Taman Nasional Danau Kelimutu
Taman
Nasional Danau Kelimutu terletak di Desa Moni, Kabupaten Ende, kurang
lebih jarak yang ditempuh 83 km dari Maumere, dan 14 km dari Desa Moni
menuju puncak Danau Kelimutu. Danau Kelimutu dikenal dengan nama Danau 3
Warna, yang menurut cerita bisa berubah-rubah warna (hijau, biru,
hitam, putih, merah).
Gunung Kelimutu

Puncak Gunung Kelimutu
Gunung Kelimutu adalah gunung berapi yang terletak di Pulau Flores. Lokasi gunung ini tepatnya di Desa Pemo, Kecamatan Kelimutu, Kabupaten Ende. Gunung ini memiliki tiga buah danau kawah di puncaknya. Danau ini dikenal dengan nama Danau Kelimutu atau Danau Tiga Warna karena memiliki tiga warna yang berbeda, yaitu merah, biru, dan putih. Walaupun begitu, warna-warna tersebut selalu berubah-ubah seiring dengan perjalanan waktu.
Danau Kelimutu

Danau Kelimutu
Kelimutu merupakan gabungan kata dari "keli" yang berarti gunung dan kata "mutu" yang berarti mendidih. Menurut kepercayaan penduduk setempat, warna-warna pada danau Kelimutu memiliki arti masing-masing dan memiliki kekuatan alam yang sangat dahsyat.
Danau Kelimutu berada di puncak gunung Kelimutu, kalau ditempuh perjalanan dari Bandara Frans Seda, Maumere kurang lebih 83 km. Untuk mencapai danau yang terletak sekitar 51 kilometer arah timur dari Kota Ende itu, wisatawan bisa menggunakan kendaraan bermotor dari Ende, juga bisa menggunakan bus antarkota dan menuju ke desa Moni.. Pemandangan di kawasan itu sangat memesona. Kabut putih tebal yang bergerak perlahan menutupi puncak Gunung Kelimutu (kurang lebih 1.640 meter di atas permukaan laut) merupakan salah satu pemandangan yang sangat khas di sekitar tiga danau berwarna di atas puncak gunung.
Danau atau Tiwu Kelimutu di bagi atas tiga bagian yang sesuai dengan warna - warna yang ada di dalam danau. Danau berwarna biru atau "Tiwu Nuwa Muri Koo Fai" merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa muda-mudi yang telah meninggal. Danau yang berwarna merah atau "Tiwu Ata Polo" merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang yang telah meninggal dan selama ia hidup selalu melakukan kejahatan/tenung. Sedangkan danau berwarna putih atau "Tiwu Ata Mbupu" merupakan tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang tua yang telah meninggal.
Kelimutu masuk wilayah Kabupaten Ende, dan untuk naik ke puncak Kelimutu harus dilakukan dini hari pukul 03.00 WITA, karena pada pukul 10.00 WITA biasanya cuaca puncak danau sudah berkabut. Untuk mencapai puncak Danau Kelimutu adalah 14 km dari tempat penginapan (homestay/bungalow), dengan memakai kendaraan bermotor disambung dengan berjalan kaki.
Perubahan warna
Sejumlah kalangan menduga, perubahan warna air di danau itu disebabkan aktivitas Gunung Berapi Kelimutu, pembiasan cahaya matahari, adanya mikro biota air, terjadinya zat kimia terlarut, serta akibat pantulan warna dinding dan dasar danau. Penjelasan singkat bahwa perubahan warna air ke biru putih (sekarang hijau) dimungkinkan oleh perubahan komposisi kimia air kawah akibat perubahan gas-gas gunung api, atau dapat juga akibat meningkatnya suhu.
Sementara itu, meningkatnya konsentrasi besi (Fe) dalam fluida menyebabkan warna merah hingga kehitaman (sekarang cokelat tua). Adapun warna hijau lumut dimungkinkan dari biota jenis lumut tertentu.Lalu soal dinding pemisah antara tiwu nua muri ko'o fai dengan tiwu ata polo diberikan penjelasan singkat bahwa dari sudut geologi, bagian dinding danau merupakan bagian yang paling labil. Dengan posisi berdekatan, apalagi jika terjadi gempa dengan skala besar, tidak menutup kemungkinan kedua danau ini akan menyatu.Selain itu, mengingat Pulau Flores termasuk daerah rawan gempa, diperlukan kajian untuk dapat menginformasikan kepada wisatawan pada lokasi mana harus berlindung ketika berada di sekitar Danau Kelimutu.
Penduduk setempat meyakini bahwa perubahan warna ketiga danau tersebut menunjukkan gejala alam yang akan timbul seperti gunung berapi meletus, adanya longsor, musibah alam lainnya atau musibah lainnya.
Pada masa penjajahan, Danau Kelimutu ditemukan oleh Van Suchtelen, pegawai Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1915. Danau ini mulai dikenal setelah Romo Bouman menerbitkan artikel mengenai Danau Kelimutu. Danau vulkanik itu dianggap ajaib atau misterius, karena warna ketiga danau tersebut berubah-ubah seiring dengan perjalanan waktu. Awalnya Danau Kelimutu dikenal memiliki tiga warna, yakni merah, putih dan biru, di beberapa dokumen yang ada, danau yang sekarang berwarna hitam, dulu sebelum tahun 1970 berwarna merah, seperti terlihat pada lembaran uang kertas RI harga Rp 5.000 yang lama.
Galeri Foto
| Danau Kelimutu (foto : Asep Sutisna) |
| Danau Kelimutu (foto : Asep Sutisna) |
| Danau Kelimutu (foto : Asep Sutisna) |
![]() |
| Danau Kelimutu (foto : Asep Sutisna) |
Pantai Jaga Po
Hamparan
Pantai berpasir putih di desa Kobaleba, Kecamatan Maukaro. Kira-kira 61
km dari pusat Kota Ende melalui wilayah Kecamatan Nangapanda dan 82 km
melalui wilayah Kecamatan Wewaria . Tempat yang masih alamiah, belum
terjamah merupakan lokasi yang sangat ideal bagi yang ingin menikmati
privacy. Merupakan salah satu pesona Pantai Utara. Menuju lokasi pantai
ini dapat ditempuh melalui dua jalur yaitu jalur melalui Kecamatan
Nangapanda dan jalur melalui Desa Mukusaki Kecamatan Wewaria.
Pantai Maukaro
Pantai Mbu'u
Lokasinya
kira-kira 5 km dari pusat kota dan dapat ditempuh selama 15 menit
dengan menggunakan transportasi umum atau sepeda motor. Sangat kondusif
untuk melakukan aktivitas rekreasi mingguan bagi masyarakat kota.
Memancing, berenang sambil bercengkrama bersama keluarga merupakan
pilihan yang menarik, sambil menikmati suguhan kelapa muda yang langsung
diambil dari pohonnya. Hal lain yang menarik adalah pandangan lepas
kearah gunung Meja dan Ia serta pulau Koa yang mungil dan kokoh, tak
bergeming menahan setiap hempasan gelombang datang dan pergi. Kesibukan
nelayan yang sedang mencari ikan juga menghiasi indahnya panorama
pantai Mbu’u. Juga merupakan lokasi alternative untuk menyaksikan
matahari terbit (sunrise) yang selalu setia muncul dari balik pundak
bukit pada pagi hari.
Pantai Enabara Maurole
Secara
kasat mata pantai Enabara merupakan primadona pantai utara. Hamparan
pasir putih serta air yang tenang dan jernih sejauh mata memandang,
lingkungan yang alamiah sangat berpotensi sebagai sentra aktivitas
rekreasi bahari di masa mendatang. Terbukti para sailors dalam
penyelenggaraan sail selama 3 tahun terakhir, tak pernah melewatkan
waktunya untuk mandi di pantai ini.
Perkampungan Adat NGGELA
Kampung Nggela
Nggela,
sebuah perkampungan adat yang magis dan alami di Kecamatan Wolojita
yang terbangun dari 9 (sembilan) buah rumah adat (Sa’o Benga Dero, Sa’o
Mberi Dala, Sa’o Ame Nggape, Sa’o Tani Mo’i, Sa’o Siga Bata, Sa’o
Benga, Sa’o Labo, Sa’o Tua dan Sa’o Siga) dengan fungsi, peranan dan
kekhasannya masing-masing. Terletak sekitar 70 km arah selatan dari Kota
Ende yang dapat ditempuh melalui akses darat dan laut. Apabila
menggunakan menggunakan transportasi darat, waktu tempuh yang dibutuhkan
untuk mencapai wilayah ini sekitar 3 jam. Nggela juga terkenal dengan
kerajinan tenun ikat. Ada beberapa kelompok pengrajin tenun ikat yang
tetap eksis dengan berbagai motif tenunan yang khas dan menarik. Di
antaranya Lawo Butu yang merupakan sejenis sarung/lawo sebagai kostum
para penari Mure; yakni tarian khas Nggela yang merupakan tarian sakral
sebagai simbol penghormatan kepada wujud yang tertinggi (Du’a sai tana
goka, NggaE sai watu dogu). Tarian tersebut dipentaskan pada
kesempatan tertentu oleh para penari/gadis-gadis dari turunan kaum
bangsawan/mosalaki. Nggela juga terkenal dengan pemandian air panas
yang memiliki kadar belerang yang tinggi sehingga berkhasiat
menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Aewau, merupakan potensi yang
masih perlu disentuh dan dikembangkan. Sebuah potensi bagi pengembangan
wisata kesehatan (Cure/Health tourism). Jarak lokasi Ae Wau dari
Nggela adalah 3 km arah menuju Ende. Di samping itu terdapat juga air
terjun Angga dengan ketinggian ± 30 meter dan Muru Nipamera dengan
ketinggian ± 40 meter. Sebuah kenyataan yang membuat Nggela sangat
berarti dan spesifik.
Kampung Adat Wologai
Rumah Adat
Kampung
adat Wologai terletak di desa Wologai Tengah, Kecamatan Detusoko
kira-kira 40 km arah timur kota Ende. Kampung ini merupakan salah satu
dari 24 komunitas Adat Suku Lio yang berada di sekitar Taman Nasional
Kelimutu, dengan budayanya yang luhur, dan sangat kental dengan perilaku
agraris, religius, sekaligus magis dengan kedekatannya yang kuat pada
alam.Kampung adat Wologai memiliki sejumlah bangunan rumah adat
berarsitektur tradisional yang tertata rapi membentuk lingkaran, dengan
sejumlah atraksi budaya yang dapat dipentaskan kepada pengunjung
terutama saat upacara adat berlangsung.
KOTA ENDE DARI AEKIPA
Kota Ende Dari Aekipa
Dari
Aekipa yang terletak di atas bukit Ndona di wilayah Kecamatan Ndona
merupakan tempat yang ideal untuk menyaksikan keindahan kota Ende secara
utuh. Dari atas bukit, Ende ditampilkan dalam sisi yang lain dengan
nuansa yang beda. Sebuah kota dengan pemukiman penduduk yang padat di
antara rimbunan pohon kelapa. Tampak jelas Gunung Meja dan Gunung Ia
bagaikan tembok pembatas yang kokoh dan Bandara Haji Hasan Aroeboesman
bagaikan sebuah sungai yang membelah kota. Aekipa merupakan sebuah
kawasan perbukitan berjarak sekitar 20 km dari Kota Ende yang dapat
ditempuh dengan kendaraan roda dua dan roda empat. Waktu yang dibutuhkan
untuk mencapai lokasi ini kurang lebih 30 menit karena keadaan
topografinya yang banyak tanjakan.
Goa Jepang
Goa Jepang di Roworeke
Terletak di dalam kompleks Gua Maria di Kampung Roworeke terdapat sebuah
gua perlindungan tentara Jepang pada masa perang dunia kedua. Lokasi
ini berada di wilayah Kecamatan Ende Timur yang dapat kita tempuh dengan
menggunakan fasilitas transportasi roda dua dan roda empat. Jarak dari
Kota Ende sejauh 8 km ke arah timur dengan waktu tempuh 15 menit
perjalanan. Gua ini berfungsi sebagai tempat berlindung saat mengintai
musuh dan saat terjadi aksi baku tembak. Keberadaan gua ini dapat
menjadi salah satu bukti sejarah kehadiran kolonialisme Jepang di
wilayah Kabupaten Ende khususnya di Roworeke saat itu.
Situs Rumah Bung Karno
Rumah Bung Karno di Ende
Terletak di jalan Perwira, Kelurahan Kotaraja Kecamatan Ende Utara (Kota
Ende). Bangunan ini merupakan bekas rumah atau tempat tinggal Bung
Karno dan keluarga semasa pembuangan/ pengasingan di Ende oleh
Pemerintah Hindia Belanda tahun 1934-1938 yang masih dijaga, dirawat dan
dipertahankan keasliannya oleh Pemerintah Kabupaten Ende. Lokasi ini
berjarak kurang lebih 1 km dari pusat kota dan dapat ditempuh dengan
kendaraan roda empat dan roda dua maupun dengan berjalan kaki.
Semua barang koleksi milik Bung Karno masih tersimpan dengan baik di dalam museum ini seperti : foto keluarga, foto pribadi Bung Karno, barang keramik, dua buah tongkat berkepala monyet, pulpen ukuran besar, piring nasi, cerek air minum, besi seterika, alat gantungan pakaian, lemari pakaian, tempat tidur besi, lukisan- lukisan dan masih banyak barang koleksi lainnya.
Di dalam Situs Rumah Bung Karno juga terdapat tempat sujud/ruang semedi dan tempat sembahyang/sholat yang selalu digunakan oleh Bung Karno bersujud kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk memohon bantuan bagi Perjuangan Kemerdekaan bangsa Indonesia hingga membekas di lantai. Di belakang museum Bung Karno terdapat sebuah sumur dengan kedalaman 12 meter yang digunakan oleh Bung Karno untuk mandi, cuci dan minum serta wudhu. Konon air sumur ini dipercaya mempunyai khasiat untuk menyembuhan berbagai penyakit dan bisa membuat orang menjadi awet muda.
Semua barang koleksi milik Bung Karno masih tersimpan dengan baik di dalam museum ini seperti : foto keluarga, foto pribadi Bung Karno, barang keramik, dua buah tongkat berkepala monyet, pulpen ukuran besar, piring nasi, cerek air minum, besi seterika, alat gantungan pakaian, lemari pakaian, tempat tidur besi, lukisan- lukisan dan masih banyak barang koleksi lainnya.
Di dalam Situs Rumah Bung Karno juga terdapat tempat sujud/ruang semedi dan tempat sembahyang/sholat yang selalu digunakan oleh Bung Karno bersujud kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk memohon bantuan bagi Perjuangan Kemerdekaan bangsa Indonesia hingga membekas di lantai. Di belakang museum Bung Karno terdapat sebuah sumur dengan kedalaman 12 meter yang digunakan oleh Bung Karno untuk mandi, cuci dan minum serta wudhu. Konon air sumur ini dipercaya mempunyai khasiat untuk menyembuhan berbagai penyakit dan bisa membuat orang menjadi awet muda.
Tempat Perenungan Pancasila Oleh Bung Karno
Pohon Sukun "Bung Karno"
Sebatang
pohon Sukun dengan lima cabang, terletak kira-kira 150 meter dari
pantai Ende dan sebelah barat Lapangan Pancasila merupakan tempat dimana
Bung Karno setiap sore, selepas sholat Azhar menghabiskan waktu untuk
duduk merenung dalam keheningan malam. Diyakini gagasannya yang
cemerlang akan Falsafah Negara Pancasila terlahir dalam proses
permenungannya di bawah pohon Sukun ini. Dan ini diakui sendiri oleh
Presiden Soekarno pada saat kunjungan kerja ke Ende tahun 1955. Pohon
sukun yang menjadi naungan Bung Karno saat itu telah tumbang di tahun
60-an karena termakan usia dan sekarang adalah pohon kedua yang ditanam
kembali sebagai duplikat untuk mengenang tempat Bung Karno merenungkan
Dasar Negara dan pohon ini tumbuh subur dengan lima cabang yang diyakini
oleh masyarakat Ende sebagai perwujudan ke-lima sila dari Pancasila.
Dan untuk memperkuat fakta ini, Pemerintah Kabupaten Ende membangun
Monument Pancasila yang terletak di persimpangan antara Jl. Kelimutu,
Jl. El Tari, Jl. Gatot Subroto, jalan masuk Bandara Haji H. Aroeboesman
dan Jl. Achmad Yani (yang lebih dikenal dengan nama Simpang Lima).
Tiwu Lewu
Tiwu Lewu
Sebuah
danau yang terletak di desa Kebirangga Tengah, Kecamatan Maukaro dengan
Luas areal kira –kira 5.000 m², sangat alamiah dan belum tersentuh.
Dari Kota Ende ke Kecamatan Maukaro dapat ditempuh melalui dua jalur
yaitu dari arah timur/ Detusoko kira-kira 110 km, sedangkan dari arah
barat/ Nangapanda kira-kira 60 km. Jarak dari Kecamatan Maukaro ke
lokasi Danau Tiwu Lewu kira-kira 3,5 km. Menuju lokasi Danau (Tiwu)
lewu, kita harus menempuh perjalanan dengan berjalan kaki dari Kantor
Desa Kebirangga Tengah selama 30 menit atau sekitar 1,5 km. Menurut
cerita penduduk sekitarnya, di dalam danau tersebut terdapat buaya,
tetapi tidak diketahui berapa jumlahnya selain itu di sekitar danau
terdapat rawa-rawa/lumpur hidup, sehingga kita tidak dapat melihatnya
dari jarak dekat. Di sebelah utara danau, juga terbentang area
persawahan Obo yang memikat bagi anda yang menyukai suasana dan hijaunya
persawahan. Di atas bukit terdapat Gua Maria Tiwu Lewu dari lokasi ini
kita dapat menikmati keindahan Danau Tiwu Lewu dari ketinggian.
Sawah Detusoko
Sawah Bertingkat Detusoko
Memasuki
wilayah Detusoko dari desa Wolofeo (29 km arah timur kota Ende) hingga
Dusun Ekoleta Desa Wologai ( 36 km ke arah timur ) sejauh mata
memandang, pandangan kita didominasi dan dimanjakan oleh sektor
pertanian dan perkebunan yang diusahakan oleh masyarakat. Sawah
bertingkat di sepanjang jalan nampak eksotik, tertata rapi dan terkesan
harmoni dengan keadaan lereng dan bukit serta sungai yang
berkelok-kelok. Udara yang sejuk dan lingkungan yang selalu hijau
mengindikasikan adanya kehidupan dan mengungkap realitas bahwa kultur
agraris sudah berakar kuat dalam masyarakat di wilayah ini sejak dahulu.
Sa'o Ria Wisata Bungalow
Sa’o Ria Wisata Bungalow
Bangunan
berarsitektur tradisional Ende-Lio menawarkan fasilitas akomodasi
dengan harga yang terjangkau bagi wisatawan domestik maupun wisatawan
asing yang berlokasi di Moni-Koanara. Merupakan tempat yang ideal bagi
pengunjung yang ingin dapat menyaksikan keindahan sunrise di puncak
Kelimutu sambil menikmati kicauan Gerugiwa menyambut datangnya sang
fajar. Sa’o Ria Wisata Bungalow selain menyediakan fasilitas akomodasi
juga memiliki fasilitas aula untuk ruang pertemuan dengan kapasitas 300
orang.
Museum Bahari
Museum Bahari
Terletak di Jalan Mohamad Hatta, kira-kira 100 meter dari taman kota, di
sini dapat dilihat kerangka/tulang ikan Paus, lumba-lumba, anjing laut,
aneka jenis reptile, terumbu karang dan sejenis ubur-ubur. Selain
spesies-spesies laut/air, museum bahari juga mengoleksi beberapa jenis
binatang/hewan yang memiliki keunikan seperti ayam berkaki tiga, berkaki
empat yang telah diawetkan. Museum Bahari juga sering digunakan oleh
kalangan Pelajar dan Mahasiswa di sekitar Kota Ende sebagai
sarana/fasilitas pendukung kegiatan pembelajaran/penelitian.
AIR TERJUN (AE PORO) KEDEBODU
Ae Poro
Terletak
di desa Kedebodu, Kecamatan Ende Timur, kira-kira 13 km dari pusat Kota
Ende atau 5 km dari terminal Roworeke dengan waktu tempuh 20 menit
terdapat sebuah panorama alam air terjun yang menakjubkan. Letaknya yang
relatif dekat dengan Kota Ende menjadikan obyek ini sebagai alternatif
pilihan bagi warga kota untuk mengisi waktu libur singkat sambil
berekreasi. Karena jarak yang tidak jauh dari Kota Ende dan waktu
tempuh yang singkat tentunya tidak banyak membutuhkan waktu dan biaya.
Air terjun dengan ketinggian ± 35 meter ini, menawarkan sebuah pesona
yang naturalis/alamiah karena lokasi dan alamnya yang masih asli. Menuju
lokasi Air Terjun Kedebodu kita dapat menggunakan fasilitas
transportasi umum baik menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Sebuah kekuatan yang bersumber dari suatu perbedaan.
Agro Wisata Waturaka
Salah Satu Sudut Kebun
Berlokasi
di Desa Waturaka Kecamatan Kelimutu dengan jarak kurang lebih 54 km
dari Kota Ende yang dapat ditempuh dengan 2 jam perjalanan, Waturaka
merupakan salah satu dari 24 komunitas adat suku Lio yang menjadi
penyangga Kawasan Taman Nasional Kelimutu. Iklim dan keadaan alam yang
sejuk dan tanahnya yang subur memberikan peluang bagi penduduk lokal
untuk berusaha dalam bidang pertanian/agraris dengan tanaman lokal yang
unik dan bernilai ekonomis.
Perkebunan rakyat yang ditanami berbagai tanaman seperti: tomat, lombok/ cabai, wortel, sayur-sayuran dan kentang merupakan sisi lain yang bisa disaksikan saat menuju dan kembali dari Danau Kelimutu. Keberadaan lokasi perkebunan agrowisata Waturaka selain sebagai sumber penghasilan masyarakat dapat juga menjadi salah satu faktor yang diperhitungkan dalam memperkuat image dan memperkaya daya tarik Kawasan Wisata Kelimutu.
Perkebunan rakyat yang ditanami berbagai tanaman seperti: tomat, lombok/ cabai, wortel, sayur-sayuran dan kentang merupakan sisi lain yang bisa disaksikan saat menuju dan kembali dari Danau Kelimutu. Keberadaan lokasi perkebunan agrowisata Waturaka selain sebagai sumber penghasilan masyarakat dapat juga menjadi salah satu faktor yang diperhitungkan dalam memperkuat image dan memperkaya daya tarik Kawasan Wisata Kelimutu.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar